Selasa, 16 Juli 2019

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)


Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
A. Pengertian
Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU adalah lembaga independen yang dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan UU no. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. KPPU bertanggungjawab kepada Presiden. Komisioner KPPU berjumlah 9 orang, diangkat oleh Presiden Indonesia berdasarkan hasil Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

B. Tugas dan Wewenang
Undang-undang No 5 Tahun 1999 menjelaskan bahwa tugas dan wewenang Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah sebagai berikut:
a. Tugas
·         melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16;
·         melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24;
·         melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28;
·         mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36
·         memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
·         menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-undang
·         memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.

b. Wewenang
·         menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
·         melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh Komisi sebagai hasil penelitiannya
·         menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
·         memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang
·         memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahuipelanggaran terhadap ketentuan undang-undang
·         meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi
·         meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini;
·         mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan
·         memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat
·         memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
·         menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.

C. Contoh kasus yang di tangani KPPU
Kartel Garam

Pada 2005 KPPU mengungkap terjadinya praktik kartel garam. Kasus ini terkait “permainan” bahan baku garam yang dipasok di Sumatera Utara. Saat itu KPPU memerintahkan PT Garam, PT Budiono, PT Garindo untuk memberikan ketentuan dan kesempatan yang sama kepada pelaku usaha selain PT Graha Reksa, PT Sumatera Palm, UD Jangkar Waja, UD Sumber Samudera untuk memasarkan garam bahan baku di Sumatera Utara.
Selain itu, KPPU juga melarang PT Graha Reksa, PT Sumatera Palm, UD Jangkar Waja, UD Sumber Samudera melakukan tindakan yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk memperoleh pasokan garam bahan baku dari PT Garam, PT Budiono, PT Garindo;
KPPU juga mengenakan sanksi terhadap PT Garam, PT Budiono, PT Garindo, PT Graha Reksa, PT Sumatera Palm, UD Jangkar Waja, UD Sumber Samudera masing-masing untuk membayar denda sebesar Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah)

SUMBER :

Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI)


Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI)

Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) adalah perubahan dari nama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) yang merupakan salah satu wujud dari Arbitrase Islam yang pertama kali didirikan di Indonesia. Pendirinya diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), tanggal 05 Jumadil Awal 1414 H bertepatan dengan tanggal 21 Oktober 1993 M. Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) didirikan dalam bentuk badan hukum yayasan sesuai dengan akta notaris Yudo Paripurno, S.H. Nomor 175 tanggal 21 Oktober 1993.
Peresmian Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) dilangsungkan tanggal 21 Oktober 1993. Nama yang diberikan pada saat diresmikan adalah Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI). Peresmiannya ditandai dengan penandatanganan akta notaris oleh dewan pendiri, yaitu Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat yang diwakili K.H. Hasan Basri dan H.S. Prodjokusumo, masing-masing sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sebagai saksi yang ikut menandatangani akta notaris masing-masing H.M. Soejono dan H. Zainulbahar Noor, S.E. (Dirut Bank Muamalat Indonesia) saat itu. BAMUI tersebut di Ketuai oleh H. Hartono Mardjono, S.H. sampai beliau wafat tahun 2003.
Kemudian selama kurang lebih 10 (sepuluh) tahun Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) menjalankan perannya, dan dengan pertimbangan yang ada bahwa anggota Pembina dan Pengurus Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) sudah banyak yang meninggal dunia, juga bentuk badan hukum yayasan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sudah tidak sesuai dengan kedudukan BAMUI tersebut, maka atas keputusan rapat Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia Nomor : Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal 24 Desember 2003 nama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) diubah menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) yang sebelumnya direkomendasikan dari hasil RAKERNAS MUI pada tanggal 23-26 Desember 2002. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) yang merupakan badan yang berada dibawah MUI dan merupakan perangkat organisasi Majelis Ulama Indonesia (MUI). Di Ketuai oleh H. Yudo Paripurno, S.H.
Kehadiran Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) sangat diharapkan oleh umat Islam Indonesia, bukan saja karena dilatar belakangi oleh kesadaran dan kepentingan umat untuk melaksanakan syariat Islam, melainkan juga lebih dari itu adalah menjadi kebutuhan riil sejalan dengan perkembangan kehidupan ekonomi dan keuangan di kalangan umat. Karena itu, tujuan didirikan Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) sebagai badan permanen dan independen yang berfungsi menyelesaikan kemungkinan terjadinya sengketa muamalat yang timbul dalam hubungan perdagangan, industri keuangan, jasa dan lain-lain dikalangan umat Islam.
Sejarah berdirinya Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) ini tidak terlepas dari konteks perkembangan kehidupan sosial ekonomi umat Islam, kontekstual ini jelas dihubungkan dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan Syariah (BPRS) serta Asuransi Takaful yang lebih dulu lahir.
Di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan belum diatur mengenai bank syariah, akan tetapi dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang senantiasa bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan yang semakin maju diperlukan penyesuaian kebijakan di bidang ekonomi, termasuk perbankan. Bahwa dalam memasuki era globalisasi dan dengan telah diratifikasinya beberapa perjanjian internasional di bidang perdagangan barang dan jasa, diperlukan penyesuaian terhadap peraturan Perundang-undangan di bidang perekonomian, khususnya sektor perbankan, oleh karena itu dibuatlah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yang mengatur tentang perbankan syariah. Dengan adanya Undang-undang ini maka pemerintah telah melegalisir keberadaan bank-bank yang beroperasi secara syariah, sehingga lahirlah bank-bank baru yang beroperasi secara syariah. Dengan adanya bank-bank yang baru ini maka dimungkinkan terjadinya sengketa-sengketa antara bank syariah tersebut dengan nasabahnya sehingga Dewan Syariah Nasional menganggap perlu mengeluarkan fatwa-fatwa bagi lembaga keuangan syariah, agar didapat kepastian hukum mengenai setiap akad-akad dalam perbankan syariah, dimana di setiap akad itu dicantumkan klausula arbitrase yang berbunyi :
‘’Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara para pihak maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah”.
Dengan adanya fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional tersebut dimana setiap bank syariah atau lembaga keuangan syariah dalam setiap produk akadnya harus mencantumkan klausula arbitrase, maka semua sengketa-sengketa yang terjadi antara perbankan syariah atau lembaga keuangan syariah dengan nasabahnya maka penyelesaiannya harus melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS).
Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) berdiri secara otonom dan independen sebagai salah satu instrumen hukum yang menyelesaikan perselisihan para pihak, baik yang datang dari dalam lingkungan bank syariah, asuransi syariah, maupun pihak lain yang memerlukannya. Bahkan, dari kalangan non muslim pun dapat memanfaatkan Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) selama yang bersangkutan mempercayai kredibilitasnya dalam menyelesaikan sengketa.
Lahirnya Badan Arbitrase Syariah Nasional ini, menurut Prof. Mariam Darus Badrulzaman, sangat tepat karena melalui Badan Arbitrase tersebut, sengketa-sengketa bisnis yang operasionalnya mempergunakan hukum Islam dapat diselesaikan dengan mempergunakan hukum Islam.

SUMBER :

Tugas 6 : Kasus perlindungan konsumen

YLKI Tuding Sriwijaya Air Langgar UU Perlindungan Konsumen


Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai Sriwijaya Air telah melanggar Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen lewat program Sriwijaya (SJ) Travel Pass. Setidaknya ada dua poin yang dilanggar oleh manajemen perusahaan.

Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI Sularsi mengatakan manajemen memberikan aturan baru di tengah perjanjian. Dalam beleid itu disebutkan bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku (aturan atau ketentuan) pada setiap perjanjian yang menyatakan tunduknya konsumen kepada aturan baru yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya.

Terkait pelanggaran tersebut, Sriwijaya Air mulanya memberi hak kepada setiap anggota SJ Travel Pass untuk terbang di seluruh rute domestik Sriwijaya Air dan NAM Air setiap saat dan tidak terbatas (rute dan jadwal terbang). Mereka juga disebut memiliki hak setara dengan nonmember (bukan anggota) SJ Travel Pass atau penumpang umum.

Namun, Sriwijaya Air mulai membatasi jatah anggota SJ Travel Pass pada 22 Oktober 2018. Alasannya, kondisi bisnis penerbangan yang kurang berpihak kepada semua perusahaan penerbangan. Usai limitasi kuota itu, pengguna SJ Travel Pass mengeluh sering kehabisan tiket.

"Tidak boleh membuat aturan baru setelah ada suatu perjanjian yang terjadi di awal, sehingga Sriwijaya Air telah melanggar UU Perlindungan Konsumen Pasal 18," tegas Sularsi kepada CNNIndonesia.com, Rabu (9/1).

Selain itu, Sularsi juga menyebut bahwa Sriwijaya Air tidak memberikan informasi utuh terkait program SJ Travel Pass pada perjanjian awal. Padahal, dalam Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 4 ayat C disebutkan bahwa konsumen memiliki hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan suatu barang atau jasa.


SJ Travel Pass disebut tidak memberikan informasi utuh lantaran tidak menyertakan Term and Condition kepada konsumen SJ Travel Pass. Term and Condition yang dimaksud salah satunya terkait pembagian prosentase kursi pesawat bagi anggota dan non anggota SJ Travel Pass, sehingga konsumen bisa menimbang peluang alokasi kursi terutama saat puncak arus penerbangan.

Pun jatah kursi bagi anggota SJ Travel Pass baru disampaikan di tengah perjanjian, tepatnya pada 22 Oktober 2018. Dalam hal ini, Sriwijaya Air merincikan penerbangan dengan pesawat Boeing 737-800 atau Boeing 737-900 alokasi tempat duduk bagi anggota SJ Travel Pass sebanyak 75 kursi.

Untuk pesawat jenis Boeing 737-300 atau Boeing 737-500 alokasi tempat duduk bagi anggota SJ Travel Pass sebanyak 35 kursi. Sedangkan, penerbangan dengan tipe pesawat ATR 72-600 alokasi tempat duduk bagi anggota SJ Travel Pass sebanyak 15 kursi.

Akan tetapi, Sularsi menyatakan informasi tersebut hendaknya disampaikan secara utuh beserta rute penerbangan. Dengan demikian, angggota SJ Travel Pass bisa mengetahui tipe pesawat serta alokasi tempat duduk untuk rute penerbangannya.

Selain itu, Sriwijaya Air juga tidak merincikan batasan waktu reservasi tiket bagi anggota SJ Travel Pass. Akibatnya, terjadi persaingan antara anggota dan non anggota dalam pembelian tiket terutama saat masa puncak penerbangan.

Padahal, dengan informasi yang utuh terkait layanan SJ Travel Pass, maka konsumen bisa memutuskan untuk ikut bergabung dalam program tersebut atau tidak.

"Ada pelanggaran hak konsumen oleh Sriwijaya Air karena tidak memberikan informasi secara utuh kepada konsumen sejak awal perjanjian, sehingga terjadi suatu dispute (gangguan)," imbuh dia.

Melihat kondisi tersebut, ia menegaskan bahwa sikap Sriwijaya Air tersebut sangat merugikan konsumen. Pun demikian, hingga kini YLKI belum menerima aduan dari anggota SJ Travel Pass.

"Ini sangat merugikan konsumen dengan informasi yang tidak benar tadi, orang sudah membayar Rp12 juta tapi tidak bisa menggunakan haknya" tandasnya.

Sekadar informasi, Sriwijaya Air menjual keanggotan program SJ Travel Pass seharga Rp12 juta. Program ini menawarkan terbang sepuasnya selama satu tahun penuh. Awal mula program ini berjalan lancar. Lambat laun, kursi terbang program ini makin dibatasi. Sehingga, banyak anggota kesulitan memesan kursi.

Ali Akmal (34 tahun), anggota SJ Travel Pass misalnya, mengaku selalu kehabisan tiket sejak 5 Desember 2018. Padahal, saat mendaftar pertama kali pada Mei 2018, ia masih bisa menikmati layanan terbang sepuasnya dari maskapai asuhan Chandra Lie tersebut.

"Kalau pesan lewat aplikasi Sriwijaya Air sebagai anggota SJ Travel Pass, tiket selalu sudah habis terjual. Tapi, kalau coba pesan bukan sebagai anggota, banyak seat (kursi) kosong dengan pilihan rute dan jadwal yang beragam. Hampir semua destinasi sudah sold out untuk member (anggota)," jelasnya.

SUMBER :
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190109174637-92-359667/ylki-tuding-sriwijaya-air-langgar-uu-perlindungan-konsumen

Tugas 5 : Kasus mengenai perselisihan hak cipta dan royalti


Sengketa Hak Paten, Apple Didenda Rp5,9 Triliun

A. Pengertian
·         HAK Cipta
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Hak Cipta didefinisikan sebagai hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hak Cipta juga merupakan bagian dari kekayaan intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang mempunyai peranan strategis dalam mendukung pembangunan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945Hak Cipta sendiri mencakup dua hak lainnya, yakni hak moral dan hak ekonomi. Hal ini termaktub dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta pasal 5 sampai 19.
·         Hak Terkait
Hak terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta yang merupakan hak eksklusif bagi pelaku pertunjukan, produser fonogram, atau lembaga penyiaran.
·         Hak kekayaan industri
Hak Kekayaan Industri terbagi lagi menjadi empat kategori, yakni Hak Paten, Hak Merek, Hak Produk Industri, dan Rahasia Dagang.
·         Hak Paten
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2001 Tentang Paten, yang dimaksud dengan paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Adapun yang dimaksud dengan invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.
·         Hak Merek
Sebelumnya, regulasi mengenai hak merek tertuang dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek. Namun sejak 2016, Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis. Pasal 1 UU Tentang Merek dan Indikasi Geografis menyebutkan bahwa hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya. Di samping itu, pasal ini juga menjelaskan beberapa kategori merek seperti berikut.
·         Merek
yakni tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau
kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.
·         Merek dagang
yakni merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang sejenis lainnya.
·         Merek jasa
yakni merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa sejenis lainnya.
·         Merek kolektif
yakni merek yang digunakan pada barang dan atau jasa dengan karakteristik yang sama mengenai sifat, ciri umum, dan mutu barang atau jasa serta pengawasannya yang akan diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan atau jasa sejenis lainnya.

B. Contoh Kasus
Perusahaan teknologi raksasa asal Amerika Serikat (AS) Apple harus membayar kompensasi senilai USD439,7 juta (Rp5,9 triliun) kepada perusahaan VirnetX dalam sengketa perebutan hak paten.
Hal itu sesuai dengan ke putusan akhir Pengadilan Distrik Timur Texas yang menangani dakwaan tersebut sejak 2012 silam. Pertarungan antara Apple dan VirnetX di meja hijau berlangsung sangat sengit. Namun, Apple sudah tiga kali kalah secara beruntun. Kendati demikian, pengembang ponsel pintar iPhone itu belum mengangkat bendera putih. Mereka menyatakan masih akan kembali melakukan pengajuan banding kepada pengadilan. Pengadilan Distrik Timur Texas menyatakan Apple telah melanggar hak paten milik VirnetX di dalam fitur-fitur produk mereka seperti iMessage dan FaceTime.

Dalam hasil putusan yang dirilis 29 September silam, Pengadilan Distrik Timur Texas meminta Apple membayar ganti rugi kepada VirnetX sebesar USD439,7 juta. Total kompensasi yang harus dibayar Apple lebih besar USD140 juta dibandingkan keputusan tahun lalu yang hanya mencapai USD302,4 juta. Menurut VirnetX, Apple membayar denda tambahan sebesar USD41,3 juta karena sengaja melakukan pelanggaran. Biaya lainnya yang mencapai USD96 juta juga ditanggung Apple. CEO VirnetX Kendall Larsen mengaku gembira dengan keputusan hakim tersebut. 

“Keputusan akhir ini kompensasinya sangat besar karena produk Apple yang terjual yang melanggar hak paten juga sangat besar. Hakim sudah mengeluarkan keputusan yang sama sebanyak tiga kali dalam kasus ini,” ujar Larsen, dikutip Arstechnica. Biaya teknologi keamanan milik VirnetX dalam produk Apple sudah dipatok. Larsen yakin angka yang sudah ditetapkan masuk akal dan akan membantu melindungi setiap hak kekayaan intelektual di AS. Dalam putusannya, Hakim Robert Schroeder menaikkan kompensasi royalti yang harus dibayar Apple menjadi USD1,2 per produk.

Schroeder menilai peningkatan kompensasi itu merupakan sanksi yang wajar dipikul Apple karena Apple berulang kali melanggar hak paten, meski sudah kalah di dalam sidang pertama pada 2012. “Apple telah melakukan pelanggaran hak paten secara sengaja dan terus menerus. Hal itu tidak dapat di benarkan,” imbuh Schroeder. Dia menambahkan, keputusan Apple untuk terus menjual fitur VPN on Demand dan FaceTime merupakan sebuah perbuatan yang ceroboh, disadari, dan disengaja. Apple juga menciptakan konflik selama sidang berlangsung. Mereka menyewa mantan konsultan hakim dan penasihat banding VirnetX pada sidang pertama. 

“Apple gagal memastikan konsultan mereka tidak memiliki konflik yang tidak penting yang dapat membuat sidang menjadi rumit,” tegas Schroeder. Sampai kemarin, Apple tidak mengeluarkan respons apa pun. Namun, dalam sebuah dokumen di pengadilan, perusahaan milik Steve Jobs itu menyatakan belum menyerah. VirnetX merupakan perusahaan pengembang teknologi keamanan internet, terutama di dalam ponsel. Mereka memiliki 80 paten keamanan internet di dunia dan 100 paten lainnya masih tertunda. Di dalam situs resminya, ViretX menawarkan sejumlah layanan keamanan, termasuk keamanan surel dan sistem percakapan. Perusahaan yang berbasis di Zephyr Cove, Nevada itu memiliki 20 pegawai, baik full-time ataupun part-time.


Sebagian besar sumber penghasilannya berasal dari perizinan paten. Kondisi keuangan VirnetX akan ditentukan dari hasil persidangan terhadap Apple. Pada 2012, hakim memutuskan Apple harus membayar USD368 juta dan aliran royalti sebesar 1%. Namun, keduanya banding. Pada 2016, VirnetX menuntut USD625,6 juta dalam dua gugatan. Namun, hakim meminta dua gugatan itu dipisah. VirnetX pernah meraih kemenangan yang besar saat menggugat Microsoft. Mereka memperoleh kompensasi USD200 juta. 

Microsoft kemudian kembali membayar senilai USD23 juta karena Skype juga melanggar paten VirnetX. VirnetX juga pernah menggugat Cisco, tapi Cisco berhasil keluar dari dakwaan itu.


SUMBER :


Antecedents of pronouns and Dangling constructions

ANTECEDENTS OF PRONOUNS Antecedent is the grammatical term used to refer to the noun that a pronoun replaces. An antecedent comes before...